Beranda | Artikel
Mengutamakan Kualitas Amal di Atas Kuantitas – Pelajaran dari Ihsan dalam Amalan
5 hari lalu

Mengutamakan Kualitas Amal di Atas Kuantitas – Pelajaran dari Ihsan dalam Amalan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 27 Rajab 1446 H / 27 Januari 2025 M.

Kajian Tentang Mengutamakan Kualitas Amal di Atas Kuantitas – Pelajaran dari Ihsan dalam Amalan

Pada pertemuan yang lalu kita membahas tentang anwa’ul ihsan (jenis-jenis ihsan). Dalam kitab ini, jenis-jenis ihsan ada tiga, yaitu;

  1. Ihsan antara hamba dengan Rabb-nya.
  2. Ihsan dalam amalan.
  3. Ihsan kepada orang lain.

Ihsan yang pertama, telah kita bahas pada pertemuan yang lalu.

Ihsan yang kedua, ini yang akan kita bahas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al-Mulk[67]: 2)

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan aktsaru amalaa, ”Siapa di antara kamu yang lebih banyak amalnya.” Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan ahsanu amalaa, ”

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

”Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi[18]: 7)

Kita juga bisa lihat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا

”Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (QS. Al-Kahfi[18]: 30)

Penulis kitab ini menyebutkan, ibrahnya adalah tidak dilihat dari banyaknya amalan. Akan tetapi ibrahnya dilihat dari kebaikan amalnya. Dan amal tidak dikatakan hasan kecuali jika terpenuhi dua syarat, yaitu amalnya harus ikhlas (khalis) dan sesuai dengan sunnah (shawab).

Fudhail bin Iyadh rahimahullah dalam tafsir Al-Qur’an surat Al Mulk ayat 2, beliau ditanya tentang apakah yang dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling shawab? Kemudian beliau menjawab, jika amalan tersebut khalis namun tidak shawab, maka amalnya tidak diterima. Begitu pula jika amalannya shawab namun tidak khalis, tidak diterima. Jadi amalan itu jika mau diterima, harus khalis dan shawab. Khalis adalah amalannya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, shawab adalah amalannya sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam.

Kemudian beliau membacakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.” (QS. Al-Kahfi[18]: 110)

Jadi, amal itu harus memperhatikan 2 hal, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah. Kita shalat, apakah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala atau karena ingin dipuji sebagai orang yang rajin shalat? Kita mengaji, apakah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala atau karena ingin dipuji sebagai orang shalih? Kemudian, apakah sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam atau tidak? Karena amalan yang tidak sesuai dengan sunnah itu tertolak.

Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan perintah kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. Asy-Syura[42]: 21)

Jadi, amalan yang akan diberikan pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah amalan yang didasari dengan dua hal ini, walaupun amalnya dianggap ringan. Di antara dalilnya adalah, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ، إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ

“Tidaklah seorang muslim berwudu dan menyempurnakannya, kemudian berdiri melaksanakan salat dua rakaat dengan mengonsentrasikan hati dan wajah padanya, kecuali surga wajib baginya.” (HR. Muslim)

Wudhu yang bagus itu yang bagaimana? Apakah ada wudhu yang bagus itu adalah yang hasil dari mengarang sendiri? Tidak ada. Wudhu ada aturannya. Wudhu yang bagus adalah wudhu yang sesuai dengan yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam contohkan. Amal yang terasa ringan, tapi kalau benar-benar sesuai dengan syarat ihsan, maka pahalanya sangat besar. Islam itu ada aturannya, tidak boleh mengarang sendiri-sendiri maupun sesuai dengan kehendak masing-masing. Oleh karena itu, kita harus kembali kepada apa yang Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam contohkan. Ini adalah masalah yang serius, bukan masalah yang ringan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54909-mengutamakan-kualitas-amal-di-atas-kuantitas-pelajaran-dari-ihsan-dalam-amalan/